Muslim musiman, mereka bilang. Istilah ini untuk mereka yang terlihat menjalankan ibadah hanya di bulan puasa. Untuk bulan-bulan lainnya mereka adalah warga ber-KTP muslim tanpa menjalankan kewajiban. Saya tahu ada istilah ini dari dua orang teman yang memposting status di facebook, agak kurang setuju sih. Kurang setuju dengan pemberian istilah ini, juga kurang setuju dengan apa yang mereka share. Judging and grambling. Saya sudah gatel mau koment, tapi saya menahan diri. Barangkali mereka sudah bolak-balik ke pesantren jadi merasa sudah mampu menilai orang hanya dari segi ibadah. Hehe
Jika mau bilang muslim musiman, saya juga seorang muslimah musiman. Saya yang tadinya tidak rajin berpuasa, jadi berpuasa sebulan penuh jika tidak berhalangan. Yang tadinya tak pernah sholat malam, di bulan puasa ini menjelang sahur selalu dipaksakan. Aduh, ntar saya dibilangnya riya ibadah ini yaa. Udah ah balik ke topik. Tapi sebentar, coba deh ditilik kembali, kebiasaan apa yang kita tadinya sama sekali tidak melakukan lalu di bulan puasa ini kita rajin melakukannya? Ada kan, sholat isya berjamaah, sholat subuh berjamaah. Bangun pagi lebih pagi, tadarus alquran yang dikejar target. Lho berarti kita semua ini adalah muslim musiman kan, bedanya apa sama yang sudah saya sebut diawal paragraf. Saya sedang tidak mengajak untuk berpikiran sempit seperti dua teman saya itu, tapi ayo donk kita lihat dari sisi yang lain. Jangan mendukung apa yang salah dengan mendiamkan pikiran-pikiran jelek dari sekitar kita. Saya juga sedang belajar untuk tidak suudzon terhadap orang lain, tapi ya namanya juga manusia hanya seonggok daging pasti akan ada pikiran jelek, namun saya halangi kok dengan menilik kembali siapa diri saya ini.
Kita itu sebagai manusia di dunia, yang masih hidup sampai sekarang diizinkan Alloh SWT untuk menikmati indahnya dunia lebih lama ketimbang teman, saudara atau keluarga yang sudah mendahului kita ke pesarean. Gelar kita di dunia ini sama saja, yaitu hamba. Tugas dan kewajiban hamba itu apa, sederhananya ya menjalankan apa yang sudah ditulis dalam kitab suci dan konsisten. Tidak ada itu tugas hamba menilai dan menghakimi sesama hamba, kalau di istilah MLM itu namanya crossline. Kalau kata mbah saya, ora ilok. Biar urusan ibadahnya orang-orang yang disandangi istilah muslim musiman itu sepenuhnya jadi tanggung jawabnya. ini maaf ya bukan menggurui tapi gatel banget pengen bersuara, siapa tahu jadi viral kaya dek Afi, tapi kalau masalah tulisan ini insyaallah original sama seperti yang nulis.
Dulu ketika SD saya mendengar cerita dari guru agama saya bahwa ada seorang pelacur yang sedang sekarat, namun di sisa hidupnya dia memberi minum pada seekor anjing. Ketika mati, surgalah tempatnya. Yang mau saya bilang adalah, siapa tahu kita yang ibadahnya nggak pernah bolong ini, rajin berpuasa rajin sholat 5 waktu bukan hanya di Bulan Ramadhan saja dibanding dengan yang dianggap sebagai muslim musiman kedudukannya lebih tinggi dan mulia di mata Alloh SWT. Lho kok bisa? Ya bisa saja kan. Suka-suka Alloh SWT mau berkehendak bagaimana dan Dia pasti punya pertimbangan tersendiri. Kita yang sok tahu dan sombongnya naudzubillah ini pasti sedang ditertawakan sama jutaan malaikat di atas sana, bukan siapa-siapa hanya hamba kok bisa-bisanya menilai seenak udelnya sendiri. Ketampar nggak sih kalau mikirnya sampai ke sana? Dari pada sibuk mengurusi dapur orang lain, lebih baik lihat dapur sendiri saja, hidup kita ini sayang amat jika dihabiskan untuk berlomba siapa yang paling muslim dan alim. Butuh pengakuan banget nih ceritanya.
Sisa hidup kita itu bukan seperti durasi film, yang bisa ditebak berapa menit lagi akan selesai. Bukan cerita seperti FTV yang selalu berakhir indah. Hidup itu harus ada faedahnya, harus berguna, harus bisa mencerminkan siapa diri kita. Kalau masih suka menilai siapa yang muslim sejati dan siapa yang muslim musiman, lebih baik daftar jadi pengawas ujian saja.
0 Comments