Setiap
hari Minggu, sebagian waktu saya akan habis di dalam kamar. Leyeh-leyeh tak jelas dan menjadi manusia pasif seutuhnya.
Bangun tidur sesungguhnya biasanya jam 11 siang, mencuci baju yang menempel di
badan dan juga mandi, lapor ke Tuhan dan
keluar mencari makan siang jika lapar. Lantas kembali ke kamar, cek sosial
media bergantian, twitter, facebook, chat bbm, chat group whatsapp dan browsing
sana sini, sesekali membuka kaskus dan membaca thread di sana.
Saya
masih mempunyai akun facebook, di sana sebagian teman-teman saya mencurahkan
isi hati mereka entah itu masalah mereka, ekspresi kebahagiaan dan kecintaan
terhadap pasangan yang mereka tunjukan dengan agak berlebihan dan selebihnya
saya masih anggap normal dan wajar. Tanpa saya tanya mereka sudah ‘memberitahu’
saya keadaan dan kehidupan mereka sekarang. Hampir semua teman saya punya hobi
bercerita, nyampah sih lebih tepatnya. Kenapa saya bilang seperti itu, karena
jika merunut pada makna sampah sebenarnya yakni; sesuatu yang dianggap tidak
bermanfaat dan tidak berguna, dan saya bilang bahwa cerita yang mereka bagi itu
sampah semua. Silakan tersindir, sini saya suguhi segelas kopi untuk
mendebatkan yang saya bilang. Jika menceritakan kehidupan rumah tangga yang
sedang carut marut dan di-post di
facebook atau sosial media lainnya itu ada yang menganggap wajar ya sudah,
silakan berhenti membaca tulisan ini sampai paragraf ini selesai, lebih baik memikirkan
keburukan rumah tangga apa yang belum diceritakan, lalu post lah seperti biasa. Itu salah satu contohnya saja.
Fitur
feed di BBM itu kadang bikin saya sumpek ngeliatnya, saya sudah lama ingin
menghapus aplikasi BBM jika saja group penting terkait pekerjaan tidak ada di
sana. Selain malas menyaksikan mereka yang lagi-lagi ‘nyampah’ juga karena BBM
ini lebih rajin errornya ketimbang lancarnya. Tapi saya maafkan, karena
terkadang jika tidak ada lagi bahan bacaan dan tawaan saya akan lari ke mereka.
Saya
membuka kaskus sesekali, dulu rajin membaca. Tak pernah membuat thread di sana,
cuma jadi silent reader. Sekarang
kaskus sudah banyak berubah, terakhir saya buka isinya orang jualan parfum
semua lalu kebanyakan thread adalah hasil copy-paste
seadanya tanpa ada usaha untuk mengedit lagi, mending baca portal berita
saja.
Dari
awal saya misuh-misuh aja ya, terkesan
sinis sama apapun yang terjadi di sosial media padahal akunnya saya punya.
Begini, saya bikin disclaimer ya,
mencibir apa yang mereka posting di sosial media bukan berarti saya membenci
dan lantas saya menonaktifkan semua akun sosial media saya. Sudah saya sebut di
atas bahwa sumber berita saya saat ini adalah twitter. Contohnya kemarin ketika
mudik, saya memantau kemacetan lewat twitter. Yang saya tak suka adalah apa
yang mereka in this case is my ‘awesome’
friends pilih untuk dibagi. Mereka memilih membagi sesuatu yang tidak ada
faedahnya sama sekali untuk yang lain, mengundang simpati pun tidak, hanya
sampai pada pertanyaan “kenapa?” lantas akan mengalirlah curhatan panjang
tentang sebenarnya yang sedang terjadi di kolom komentar, sudah sampai situ
saja. Masalah tidak akan selesai, malah kemungkinan akan jadi bahan gunjingan. Ini
pasti yang tersindir akan membela dengan pernyataan yang tidak kalah sinisnya
“Kalau nggak suka ya jangan dibaca, tinggal
unfriend,unfollow, delcont blaa blaa blaa”
Well, saya merasa skakmat sih kalau sudah
mendengar pernyataan itu. Namun, kita semua yang terlahir sebagai manusia sudah
ditakdirkan menjadi mahluk sosial yang segala sesuatunya sudah diatur, ada tata
kramanya baik bertetangga di sekitar rumah atau tetangga di dunia maya. Mbok ya kalau tahu dan bisa membedakan
mana yang baiknya dibagi dan mana yang tidak, ya kebiasaan buruknya dihentikan.
Tapi jika masih bebal saya akan memakai saran yang dianjurkan, akan tetapi saya
tidak sejahat itu menghapus teman apalagi yang saya kenal baik dari lingkaran
saya, lagi pula saya yakin mereka masih bisa tergolong pintar untuk memahami
tulisan ini. Bukan berarti pula saya tidak punya masalah, setiap orang pasti
punya masalah, porsinya saja yang berbeda. Masalah itu pasti akan selalu ada,
mulai dari sekecil jigong sampai sebesar perut bapak supir truk, tapi pilihan
juga selalu ada kan, memilih untuk membagi pada publik atau memilih untuk
disimpan sendiri. Pilihan saya sih yang kedua, karena kalau memilih yang
pertama pasti saya sudah jadi pemain sinetron alias kebanyakan drama.
Saya malas mendebatkan masalah yang saya anggap akan membuang tenaga saja dan berdebat dengan orang yang keras akan pendapatnya yang sudah jelas dia salah akan membuat saya menderita encok pastinya. Entahlah hubungannya apa encok dengan debat, tapi karena alasan di ataslah saya tak pernah meninggalkan tanggapan di status sosial media teman-teman saya, meskipun postingan mereka itu koment-able dan sanggah-able tapi saya memilih diam saja, tak mau menyulut emosi. Sama seperti di film-film drama jika ada yang sedang marah atau sedih maka sutradara akan membiarkan tokohnya tenggelam dalam kesendirian, and so do I, let them alone with their anger and sadness. Toh, nanti jika sudah sadar mereka akan menertawakan apa yang mereka tulis. Bukannya sok tahu, saya pernah mengalami, tapi saya sudah insyaf. Tapi mudah-mudahan yang masih suka menuliskan aib segera disadarkan ya, bahwa itu tidak baik. Lebih baik berbagi resep masakan saja ketimbang masalah rumah tangga, tidak cuma yang sudah berumah tangga sih, yang suka drama juga. Kalau tidak bisa mengatakan sesuatu yang bijak maka lebih baik diam, kan gitu.
Saya malas mendebatkan masalah yang saya anggap akan membuang tenaga saja dan berdebat dengan orang yang keras akan pendapatnya yang sudah jelas dia salah akan membuat saya menderita encok pastinya. Entahlah hubungannya apa encok dengan debat, tapi karena alasan di ataslah saya tak pernah meninggalkan tanggapan di status sosial media teman-teman saya, meskipun postingan mereka itu koment-able dan sanggah-able tapi saya memilih diam saja, tak mau menyulut emosi. Sama seperti di film-film drama jika ada yang sedang marah atau sedih maka sutradara akan membiarkan tokohnya tenggelam dalam kesendirian, and so do I, let them alone with their anger and sadness. Toh, nanti jika sudah sadar mereka akan menertawakan apa yang mereka tulis. Bukannya sok tahu, saya pernah mengalami, tapi saya sudah insyaf. Tapi mudah-mudahan yang masih suka menuliskan aib segera disadarkan ya, bahwa itu tidak baik. Lebih baik berbagi resep masakan saja ketimbang masalah rumah tangga, tidak cuma yang sudah berumah tangga sih, yang suka drama juga. Kalau tidak bisa mengatakan sesuatu yang bijak maka lebih baik diam, kan gitu.
0 Comments