Halo...
Apa kabar hari ini?
Saya ada sedikit cerita tentang libur panjang awal bulan kemarin. Mau menyimak kan?
Butuh perjuangan luar biasa sampai harus menginap di Terminal Bis hanya demi mendapatkan tiket pulang ke rumah, belum lagi terkena macet selama perjalanan. Bisa dibilang saya ini liburan di jalanan, gimana nggak? Hampir 24 jam saya di dalam bis. Rasanya luar biasa mulai dari lapar dan mati gaya karena rasa pegal. Saya anggap ini simulasi Lebaran karena macetnya persis saat mudik besar-besaran.
Saya mempunyai prinsip bahwa ketika saya di rumah, saya akan menghabiskan waktu bersama keluarga, mengobrol apa saja. Selalu makan masakan rumah dan saya akan kurangi waktu saya 'bermain' dengan smartphone. Selain membuat senang Mama saya karena masakan beliau selalu habis, gizi saya terpenuhi. Saya malas keluar rumah, kecuali untuk silaturahmi ke rumah saudara. Selalu menyempatkan waktu meski sebentar berkunjung, karena selain kangen dengan mereka juga konon bersilaturahmi itu memperpanjang umur, kan?
Tak ada yang abadi kan ya, termasuk liburan kemarin. Tanggal-tanggal hitam di kalender itu memaksa saya buat berangkat lagi ke Tangerang. Kembali ke rumah singgah dan ke pekerjaan. Layaknya sudah menjadi kebiasaan, apa yang saya lakukan selama di rumah akan saya ceritakan kepada rekan-rekan kerja dan begitu pun sebaliknya mereka juga punya cerita tentang liburannya kemarin. Sampai ketika teman saya mengajukan satu pertanyaan;
"Lu punya target gak sih merantau begini?"
Saya menjawab sekenanya,
"Gak, gue gak punya target. Gue let it flow aja"
Sebenarnya pertanyaan teman saya tersebut berhenti di jawaban saya barusan, tapi rasanya saya perlu menjabarkan ya kenapa saya nggak mempunyai atau belum mempunyai target. Alasan saya pertama kerja adalah ingin 'menebus' semua jerih payah kedua orang tua dalam membiayai saya sekolah, mencari uang itu motivasi terbesar saya. Sama sekali tidak terpikir untuk melanjutkan sekolah meskipun nilai akademik saya masuk kategori bagus saat Ujian Nasional. Saya hanya ingin bekerja, menerima upah lalu menyisihkan sebagian untuk jajan setelah yang pertama adalah membagi untuk Mama dan Bapak walaupun saya tahu mereka tak mengharap. Jadi mengenai pertanyaan teman saya mengenai target, dalam hal ini adalah benda ataupun sejenisnya yang dijadikan target dan harus saya punya dalam waktu yang telah ditentukan, saya tak punya target untuk hal itu. Bagi saya, benda-benda mewah semisal; kendaraan, gadget, dll adalah bonus. Mereka saya beli jika saya benar-benar perlu, dan saya anggap sebagai hadiah untuk diri sendiri. Saya masih belum sampai ke sana, ke tahap di mana barang mewah bisa dengan gampang saya beli, hidup saya sekarang sudah saya syukuri.
Di samping itu, saya tak mau dikecewakan oleh keinginan sendiri. Saya takut nanti kecewa, nge-down jika saya tak bisa memberi tanda checklist pada daftar target saya. Saya cuma berusaha menjalani hidup, membiarkan dan menanti apa yang akan terjadi di depan nanti. Saya tak pernah punya keinginan yang muluk-muluk. Saya punya definisi "bahagia dan cukup" untuk diri saya sendiri. Yakni tanpa membuat target hidup, biar semesta memberi saya kejutan-kejutan luar biasa. Biar Ketentuan Tuhan yang bekerja.
Di samping itu, saya tak mau dikecewakan oleh keinginan sendiri. Saya takut nanti kecewa, nge-down jika saya tak bisa memberi tanda checklist pada daftar target saya. Saya cuma berusaha menjalani hidup, membiarkan dan menanti apa yang akan terjadi di depan nanti. Saya tak pernah punya keinginan yang muluk-muluk. Saya punya definisi "bahagia dan cukup" untuk diri saya sendiri. Yakni tanpa membuat target hidup, biar semesta memberi saya kejutan-kejutan luar biasa. Biar Ketentuan Tuhan yang bekerja.
1 Comments
Ngomong-ngomong bukankah 'ingin menebus semua jerih payah kedua orang tua dalam membiayai kamu sekolah' sudah merupakan sebuah target yang kamu miliki ya? :noprob:
ReplyDelete