Hidup sebagai manusia berjenis kelamin perempuan merupakan tantangan yang sangat berat menurut saya. Selain harus melahirkan dan menjadi ibu yang bekerja selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu dan seterusnya, menghindar dari yang namanya ngomongin orang lain adalah merupakan sebuah tantangan yang berat. Lebih berat dari godaan untuk belanja baju setelah gajian malah.
Ngomongin tentang orang lain adalah sesuatu yang sering kali secara tidak sadar muncul dalam sebuah topik obrolan. Hal seperti ini sangat umum terjadi baik di tempat kerja maupun di lingkungan lain tempat kita bersosialisasi. Bagi kami kaum perempuan, berkumpul adalah suatu hal yang rawan untuk menjadikannya sebuah ladang berbuat dosa. Ingat, satu perempuan adalah perempuan, tapi lebih dari dua perempuan adalah layaknya pasar.
Pembicaraan biasanya diawali dengan masalah-masalah yang umum yang ada di sekitar kita, seperti masalah keluarga, pekerjaan, ataupun topik-topik ringan lainnya. Namun beberapa menit setelahnya tidak menutup kemungkinan arah pembicaraan menjalar ke mana-mana. Mulai dari gosip tentang artis, gosip rekan kerja, bahkan sampai gosip tukang ketoprak tidak luput dari topik pembicaraan kita. Maaf bagi kaum perempuan yang bukan termasuk dalam golongan ini, jangan tersinggung ya, sejujurnya saya lagi ngomongin diri saya sendiri kok.
Sebagai orang yang sering terjebak dalam situasi pembicaraan ngomongin orang, saya sedikit hafal kapan pembicaraan tersebut mulai berbelok arah. Biasanya bermula dari kalimat “Eh kamu udah dengar apa belum tentang si A bla..blaa..blaa”, atau bisa juga dari kalimat “Kamu tau si B? Kemarin dia bilang kalo si A tuh bla..blaa..blaaa”. Dan kebanyakan dari kegiatan ngomongin orang itu adalah orang yang lagi ngomongin tidak mendengar secara langsung dari obyek yang sedang diomongin. Ya iyalah, namanya juga lagi ngegosip, ngomongnya di belakang, kalo ngomongnya di depan itu sih namanya seminar. Hehehe. Dan yang saya tau, bergosip itu rata-rata membicarakan tentang hal yang negatif dari suatu obyek, jarang sekali yang bergosip tentang sesuatu yang positif.
Di dunia saya ada dua jenis perempuan yang saya kenal, jenis perempuan yang pertama adalah mereka yang jika diberi tahu tentang kejelekannya masuk melalui kuping kiri dan kemudian keluar melalui kuping kanan, dan jenis perempuan yang ke dua adalah mereka yang jika mendengar kejelekan orang lain akan masuk dari kedua kuping kemudian keluar lewat mulut dan kemudian dia sebarkan lagi ke siapa pun lawan bicaranya. Keduanya memang sama-sama menjengkelkan, tapi jenis perempuan yang kedua adalah jenis yang paling menjengkelkan. Sekali lagi maaf, saya terlalu banyak berbicara tentang perempuan, tapi karena saya ini juga perempuan, jadi saya sedikit banyak lebih tahu tentang perempuan daripada laki-laki.
Saat kita ngomongin orang lain, sebenarnya kita sadar bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan dosa. Tapi saat kita terjebak dalam situasi di mana arah obrolan berubah menjadi nge-gosip-in orang, bisakah dengan mudah kita untuk mengatakan ‘STOP’? Kemungkinan besar langkah yang kita ambil justru adalah ikut-ikutan bergosip dengan maksud supaya kita tidak dijadikan bahan gosip. Sedikit aneh memang, tapi percayalah saya pernah berada pada kondisi ini. Lagi-lagi saya berbicara karena saya sudah pernah mengalaminya, bukan sekadar omong kosong belaka.
Mungkin sebagai perempuan biasa kita tidak bisa langsung begitu saja berhenti dari kegiatan ngomongin orang lain, semua perubahan yang kita lakukan pada diri kita harus pelan-pelan, yang penting niat dan konsisten untuk tetap menjaga lisan supaya tidak terjerumus untuk terus-terusan ngomongin orang lain.
Berikut ini saya punya sedikit terapi yang masih sedikit demi sedikit mulai saya amalkan. Terapi ini saya beri nama dengan nama yang agak kebarat-baratan, yaitu: STOP (kreatif sekali ya saya? hihihi). Biasanya saya praktekan terapi ini ketika saya mulai terjebak dalam situasi ngomongin orang, mudah-mudahan bermanfaat ya. Langsung aja deh :
STOP...!!! Dipikir dulu kalau mau ngomongin kejelekan orang lain, apakah ada untungnya buat kita?
Jika di stop pertama belum juga menurunkan hasrat untuk ikutan ngomongin orang lain, maka berlanjut ke stop berikutnya.
STOP...!!! Apa dengan ngomongin kejelekan orang lain lantas menutup kemungkinan kita tidak akan terhindar dari digosipin juga? Jangan-jangan karena sering bergosip, malah kita dianggap ratu gosip yang pantas jadi bahan gosip.
Jika stop ke dua sudah mulai melemahkan niat untuk ikutan ngomongin orang lain, maka berlanjutlah ke stop ke tiga.
STOP...!!! Ngapain sih ngomongin kejelekan orang lain, kok kayaknya gak ada gunanya yah. Malah kayaknya bakalan nambah dosa dan penyakit hati. Kasihan juga orang yang sedang kita omongin, belum tentu omongan-omongan yang kita dengar adalah benar adanya, bisa jadi orang itu hanyalah korban kabar burung yang menjadi santapan lezat orang-orang yang tidak menyukainya, bayangkan saja ketika kita yang menjadi si obyek pembicaraan, bayangkan betapa sakitnya diomongin di belakang.
Cobalah minimal sebanyak 3 kali mengatakan stop pada diri kita sendiri sebelum ngomongin kejelekan orang lain, tak perlu berceramah panjang lebar kepada lawan bicara kita tentang tidak baiknya ngomongin orang, mulailah dari mengendalikan diri sendiri dari hasrat untuk membicarakan orang lain.
1 Comments
Sangat setuju sama pembagian jenis perempuan menurut mba Anggi :)
ReplyDelete